MENYOAL
HADIS TATO
DALAM
PERKEMBANGAN SOSIAL
Oleh:
Muh Alwi HS
(14530083)
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Pendahuluan
Tato
merupakan sebuah karya yang digambarkan ke bagian kulit tubuh. Kemunculannya
kemudian menjadikan pemakainya tampil berbeda dengan orang lain. Tato sendiri
hanya berupa gambar, yang sama dengan gambar lain pada umumnya. Tetapi kemudian
gambar itu memiliki nilai tersendiri karena letaknya yang ditempatkan di kulit,
dibanding gambar-gambar yang di tempat lain, misalnya lukisan di anvas dan
sebagainya.
Bagi
pemakainya, tato memiliki nilai tersendiri yang tidak dirasakan oleh orang
lain, misalnya ia menjadikan tato sebagai simbol tertentu, sebuah karya seni,
ataupun menjadikan tato hanya sebatas tren fashion. Di saat yang
sama, orang yang bertato memicu adanya pandangan status sosial yang berbeda di kalangan
masyarakatnya. Dalam hal ini, masyarakat cenderung memandang negatif kepada
pemakai tato itu.
Pengguna tato
itu sendiri tidak hanya terjadi pada satu golongan saja, tetapi di berbagai
golongan dan kalangan tidak jarang memakainya, laki-laki maupun perempuan, dari
dunia daerah barat sampai pada daerah jauh ke timur, termasuk bangsa Arab.
Dalam konteks penyebaran ajaran Islam di masyarakat Arab, budaya tato ini akhirnya
mendapat respons dari Nabi Muhammad, yang kemudian bertato dilarang oleh Nabi.
Sebagaimana dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Umar “Orang
yang mentato dan yang minta ditato serta orang yang menyambung rambutnya dan
yang minta disambung rambutnya." Maksudnya adalah Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam melaknatnya."[1] Pelarangan ini kemudian berimplikasi pada keterbatasan kebebasan
manusia dalam bertato.
Lantas
bagaimana tato dalam perspektif hadis?
serta bagaimana kemudian perkembangan tato di kalangan social?
Dalam penelitian ini ditujukan untuk mengungkap kandungan hadis tentang tato,
beserta pemahaman terhadapnya atas perkembangan konteks sosial.
Kata kunci; Hadis,
Tato, Perkembangan Sosial.
Tato
dan Awal Kemunculannya
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tato
berarti sesuatu yang digambar di atas kulit tubuh.[2] Sementara
dari segi orisinalitasnya, tato asal katanya yaitu Tahitian (Tatau), yang
berarti menandakan sesuatu.[3]
Menurut
Olong sebagaimana yang dikutip oleh Nalendra Ayu
Pratista H.R dalam skripsinya, bahwa tato dalam bahasa jawa dimaknakan sebagai
luka atau bekas luka, hal ini berasal dari kata “tatu”. Luka tersebut kemudian
dijadikan sebagai tanda tertentu atas kulit lainnya, baik di tubuhnya sendiri
maupun adanya perbedaan tanda terhadap tubuh orang lain.[4]
Gambar Tato Orang Mentawai.
Diakses
Pada 05 Oktober 2016.
|
Telaah
Atas Hadits Tato
Sebenarnya ada banyak hadis yang
membahas tentang tato, dalam software Lidwa mausuah kitab sembilan hadis
disebutkan –misalnya- hadis dalam Shahih al-Bukhari seperti yang
diriwatkan oleh Abdullah bin umar dalam hadis nomor 5486[9], riwayat
Abu Hurairah dalam hadis nomor 5488[10], riwayat
ayah ‘Aun bin Abu Juhaifah dalam hadis nomor 5489[11],
riwayat Abdullah bin umar dalam hadis nomor 4507[12],
dalam Shahih Muslim seperti riwayat Ibnu Umar dalam hadis nomor 3965[13],
dalam Sunan Abu Dawud seperti yang diriwayatkan Abdullah dalam hadis
nomor 3637[14],
dan lain sebagainya.
Namun, di sini penulis hanya akan
mengambil satu hadis yang sabagai sampel dalam bahasan Tato, yakni hadis dalam Shahih
Bukhari, kitab pakaian, bab memangkur gigi untuk kecantikan, nomor 4507, yang
diriwayatkan oleh Abdullah yang menyatakan bahwa Allah akan melaknat orang yang
mentato dan orang yang meminta ditato. Adapun redaksi hadisnya sebagai berikut;
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ
عَنْ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَلْقَمَةَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ
وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ
خَلْقَ اللَّهِ تَعَالَى مَالِي لَا أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ فِي كِتَابِ اللَّهِ { وَمَا آتَاكُمْ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ{
Telah
menceritakan kepada kami Utsman telah menceritakan kepada kami Jarir dari
Manshur dari Ibrahim dari Alqamah, Abdullah mengatakan; "Allah melaknat
orang yang mentato dan orang yang meminta ditato, orang yang mencukur habis
alis dan merenggangkan gigi untuk kecantikan dengan merubah ciptaan Allah
Ta'ala, kenapa saya tidak melaknat orang yang dilaknat Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam sementara dalam kitabullah telah termaktub Dan sesuatu yang datang
dari rasul, maka ambillah (QS Al Hasyr; 7)."[15]
Adapun takhrij
atau penelusuran mengenai tema hadis tersebut, penulis melakukan penelusuran
berdasarkan kata kunci yakni الْوَاشِمة dalam kitab Mu’jam al-Mufahras Lil Al-Fadz Al-Hadits, sehingga menemukan hasil sebagai berikut:
a. Kitab Shahih Bukhari: Kitab tentang Jual Beli
nomor 25, 113. Kitab Tafsir Surah al-Hasyr nomor 4, Kitab Thalaq nomor 51,
Kitab pakaian 86 dan 87, 96.
b. Kitab Shahih Muslim: Kitab Pakaian nomor 119,
dan 120.
c. Sunan Abu Dawud: Kitab Daun selederi nomor 5.
d. At-Tirmidzi: Kitab Pakaian nomor 25. Kitab
Adab nomor 33.
e. Nasa’i: Kitab Thalaq nomor 13, Kitab Perhiasan
nomor 23, 24, 25, 70, dan 72.
f. Ibnu Majah: Kitab Nikah nomor 52.
g. Darimi: Kitab meminta izin nomor 19.
h. Ahman bin Hambal: nomor 83, 87, 107, 121, 133,
150, 159, 409,410, 434, 443, 454, 462, 465.
Berikut ini
adalah skema sanad atau diagram alur periwatan hadis, di sini penulis hanya
akan memapakar satu hadis yang menjadi fokus kajian dalam bahasan ini, yakni
hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah tentang Allah melaknat orang mentato dan
meminta ditato.
Nabi Muhammad SAW
عن
Abdullah
عن
AlQamah
عن
Ibrahim
عن
Manshur
عن
Jarir
ثنا
Utsman
ثنا
Bukhari
No
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7[17]
|
Nama Lengkap
|
Abdullah
bin Mas’ud bin Habib
|
Alqamah
bin Quais bin Abdullah bin Malik
|
Ibrahim
bin Yazid bin Quais.
|
Mansur
bin al-Mu’tamar bin Abdullah.
|
Jarir
bin Abdul Hamid bin Jarir.
|
Utsman
bin Muhammad bin Ibrahim
|
Muhammad
bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah
|
Terkenal Dengan
|
Abdullah
bin Mas’ud
|
Alqamah
bin Quais
|
Ibrahim
bin at-Takh’i
|
Mansur
bin al-Mu’tamar
|
Jarir
bin Abdul Hamid
|
Utsman
bin Abi Syuaibah
|
Imam
Bukhari
|
TT
|
Madinah
|
Kufah
|
Kufah
|
Kufah
|
Kufah
|
Kufah
|
Bukhara
|
Guru
|
Anas
bin Malik, Ibrahim bin Ismail, Abu Dzar Al-Ghifari, dll.
|
Abdullah
bin Mas’ud, Utsman bin
Affan
Abu
Mas’ud al-Anshari, dll.
|
Alqamah
bin Quais, Abdullah bin
Abdullah, Ikrimah bin Khalid, dll.
|
Ibrahim
at-Takh’I, Anas
bin Malik, Ibrahim bin Muhajir, dll.
|
Mansur
bin al-Mu’tamar, Musa
bin Abi Aisyah, Nafi’ Maula Ibnu Umar, dll.
|
Jarir
bin Abdul Hamid, Hatim
bin Ismail, Husain bin Muhammad, dll.
|
Utsman bin Abi Syuaibah, Ahmad bin Khalid Nahbi, Ubaidilliah bin Musa, dll.
|
Murid
|
Alqamah
bin Quais, Amru bin
Abdullah, Abu Washil, dll.
|
Ibrahim
at-Takh’I, Abdurrahman
bin Al-Aswad, Amir bin sya’ba, dll.
|
Mansur
bin al-Mu’tamar, Musa
bin Umair, Washil bin Hayyan, dll.
|
Jarir
bin Abdul Hamid, Ja’far
bin Harits, Al-Hajjaj bin Dinar, dll.
|
Utsman
bin Muhammad , Ahmad
bin Hanbal, Ishak bin Ismail, dll.
|
Muhammad
bin Ismail al-Bukhari, Ahmad
bin Yunus at-Tamimi, Ibrahim bin Said, dll.
|
At-Tirmidzi, Abu Bakar bin Abi Dawud, Muhammad bin al-Maruzi, dll.
|
Wafat
|
(…)-32
H
|
(…)-61
H
|
(50)-
96 H
|
(…)-
132 H
|
(108)-
188 H
|
(…)-239
H
|
(194)-
256 H
|
Penilaian
Ulama
|
Abu
Hatim bin Hayyan menilainya “Tsiqah”
Ibnu
Hajar al-Asqalani
Menilainya
“Shahabat”
Adz-Dzahabi
Menilanya
“As-Sabiqunal
awwalin”
|
Ahmad
bin Hanbal
Menilainya
“Tsiqah”
Ibnu
Hajar al-Asqalani
Menilainya
“Tsiqah”
Abu
Hatim bin Hayyan
Menilainya
“Tiqah”
|
Abu
Hatim bin Hayyan
Menilainya
“Tsiqah”
Ibnu
Hajar al-Asqalani
Menilainya
“Tsiqah”
Al-Mazi
Menilainya
“Ahli
Kufa”
|
Ibnu
Hajar al-Asqalani
Menilainya
“Tsiqah
Tsabbat”
Ali
bin Madini
Menilainya
“Tsiqah”
Muhammad
bin Said Katib Menilainya
“Tsiqah”
|
Abu
Ahmad al-Hakim
Menilainya
“Tsiqah”
Abu
al-Kasim
Menilainya
“Tsiqah”
Abu
Hatim Ar-Razi
Menilainya
“Tsiqah
Shuduq”
|
Abu
Bakri Al-Baihaqi
Menilainya
“Hujjah”
Abu
Hatim Ar-Razi
Menilainya
“Shuduq”
Abu
Hatim bin Hibban
Menilainya
“Tsiqah”
|
Ibnu Hibban
Menilainya
“Tsiqah”
An-Nasa’i
Menilainya
“Tsiqah”
Muhammad bin Ja’far
Menilainya
“Tsiqah ridah”
|
Mengacu pada syarat-syarat
keshahihan sanad, seperti ketersambungan sanad (ittishal sanad),
intelektualitas perawi. Semua rijal yang terlibat dalam periwatan terbukti
memiliki relasi sebagai guru-murid. Kredibilitas maupun intelektualitas mereka
juga tidak perlu diragukan lagi, tidak ada seorang perawi pun yang berstatus
dhaif, tidak ada cela (illat) pada para rijal tersebut. Maka dari
penelitian sanad hadits tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sanad hadits
ini memenuhi syarat keshahihan sanad hadis.
Kandungan
Hadis Tato
1. Analisis
Isi
Baik
الْوَاشِمَاتِ maupun وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ keduanya berasal dari kata الوشم
yang
berarti pembuatan tato[18],
dalam hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah disebutkan bahwa Allah akan
melaknat orang-orang yang bertato. Mengenai pelaknatan, Abdullah menyandarkan
pandangannya kepada Nabi Muhammad, yang kemudian diperkuat dengan menyebutkan
firman Allah mengenai kewajiban mengikuti Rasulullah yang juga melaknat
perbuatan tersebut.
Mengenai
pelaknatan bertato masih menyisakan pertanyaan tentang landasannya, hal itu
karena suatu larangan tidak mesti berakibat terlaknanya si pelaku. Kemusykilan
ini dijawab oleh ayat mengenai kewajiban menaati Rasulullah, lebih jauh bahwa
rasul melarang bertato, sehingga dengan demikian orang yang tetap melakukannya
termasuk orang yang berbuat zhalim, dan orang-orang zhalim disebutkan dalam
al-Qur’an sebagai orang yang dilaknat.[19]
Adapun
ayat yang memperkuat hadis tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam redaksi
hadis, yaitu:
…وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا
نَهَىٰكُمۡ عَنۡهُ فَٱنتَهُواْۚ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۖ
“… Adapun Apa
yang datang dari Rasul kepadamu, maka ambillah, dan apa yang dilarang oleh Nabi
maka tinggalkanlah, dan bertaqwalah kepada Allah …” (QS. Al-Hasyr: 7).[20]
Ayat diatas menegaskan tentang keharusan
mentaati apa yang diperintahkan oleh Rasulullah, dan meninggalkan apa yang
dilarangnya, termasuk larangan terhadap mentato dan meminta untuk ditato. Hal
demikian, karena bertato merupakan perbuatan yang termasuk merubah ciptaan
Allah terhadap fitrah manusia (QS. an-Nisa: 119[21]).
Larangan mengubah ciptaan Allah
yang dimaksud adalah yang bersifat permanen, sementara bertato akan mengubah
eksistensi dari kulit, terlebih lagi ia akan menimbulkan munculnya unsur
penipuan. Sementara mengubah ciptaan yang tidak bersifat tetap, misalnya memotong
kuku, dan berhias bagi wanita itu tidak dilarang. Perbuatan mengubah
ciptaan pun –menurut al-Qurthubi- termasuk ajaran syetan.[22]
Quraish Shihab dalam tafsirannya
mengenai ayat 119 dari surah an-Nisa mengatakan bahwa ayat tersebut merupakan
larangan untuk mengubah, memperburuk ataupun menghalangi fungsi dari anggota
tubuh yang telah diciptakan Allah, misalnya mengebiri, homoskesual, lesbian[23].
Ibnu ‘Asyur –tulis Quraish Shihab- dalam menafsirkan QS an-Nisa: 119 mengatakan
bahwa bukanlah mengubah sebagai larangan orang yang melakukan perubahan yang
bertujuan memperbaiki, misalnya mencukur rambut, menggunting kuku, memasang
anting-anting bagi wanita agar nampak indah.
Menurut Muhammad Rasyid Ridha
–lanjut Quraish Shihab- bahwa nampaknya larangan bertato yang terkesan keras,
disebabkan karena orang-orang yang melakukannya terlalu melampaui batas hingga
mencapai tingkat pengubahan, misalnya adanya perubahan warna kulit akibat
bertato. Di saat yang sama, banyak tato yang menunjukkan sembahan-sembahan
mereka, hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Nashrani.[24]
1) Analisis
Konteks = Dari Simbol Ke Gaya Hidup
Dalam memahami sebuah hadis, selain
memperhatikan isinya, juga harus memperhatikan sebab-sebab munculnya hadis
tersebut, baik konteks historis (baca: Asbab wurud) ataupun illatnya.
Hal ini karena hadis Nabi menyelesaikan problem yang bersifat lokal,[25]
yakni seputar bangsa Arab. Dengan memperhatikan kedua aspek tersebut (yakni
konteks historis dan illat) kita dapat memahami munculnya
pelarangan bertato dalam hadis.
Abdul Mustaqim menawarkan beberapa cara untuk memahami konteks
historis, salah satunya melalui ijtihad. Hal ini dilakukan jika tidak ditemukan
riwayat yang jelas mengenai asbabul wurud. Ijtihad ini dapat dilakukan
dengan cara mengumpulkan hadits-hadits setema atau sejarah sehingga mampu
menghubungkan antara ide dalam teks hadits dengan konteks munculnya hadits.[26]
Banyak hadis yang juga membahas tema tentang larangan bertato, sebagaimana yang
telah dikemukakan sebelumnya. Akan tetapi di sini perlu
dikemukakan satu hadis yang sangat erat kaitannya dengan kasus pelarangan
bertato, sebagaimana yang juga diriwayatkan Abdullah sendiri, sebagai berikut:
“Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf Telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari Manshur dari Ibrahim dari 'Alqamah dari
Abdullah ia berkata, "Semoga Allah melaknati Al Wasyimaat (wanita yang
mentato) dan Al Mutawatasyimaat (wanita yang meminta untuk ditato), Al
Mutanammishaat (wanita yang mencukur alisnya), serta Al Mutafallijaat
(merenggangkan gigi) untuk keindahan, yang mereka merubah-rubah ciptaan
Allah." Kemudian ungkapan itu sampai kepada salah seorang wanita dari Bani
Asad yang biasa dipanggil Ummu Ya'qub. Lalu wanita itu pun datang dan berkata,
"Telah sampai kepadaku berita tentang Anda. Bahwa Anda telah melaknat yang
ini dan itu." Abdullah berkata, "Mengapakah aku tidak melaknat mereka
yang telah dilaknat oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan mereka
yang terdapat di dalam Kitabullah?." Kemudian wanita berkata,
"Sungguh, aku telah membaca di atara kedua lembarannya, namun di dalamnya
aku tidaklah mendapatkan apa yang telah Anda katakan." Abdullah
menjelaskan, "Sekiranya Anda membacanya secara keseluruhan, maka niscaya
saudari akan menemukannya. Bukankah Allah telah berfirman: 'Apa yang dibawa
Rasul untuk kalian, maka ambillah, sedangkan apa yang dilarangnya, maka
tingalkanlah? '" (QS. Alhasyr 7). Wanita itu menjawab, "Ya,
benar." Abdullah melanjutkan, "Sesungguhnya beliau telah melarang hal
itu." Wanita itu kembali berkata, "Tetapi, sesungguhnya aku menduga
kuat, bahwa isteri anda sendiri melakukan hal itu." Abdullah berkata,
"Kalau itu anggapanmu, berangkatlah dan lihatlah." Lalu wanita itu
pun pergi untuk melihatnya, namun ternyata tidak mendapatkan kebenaran
dugaannya sedikit pun. Kemudian Abdullah pun berkata, "Sekiranya isteriku
seperti itu, niscaya aku tidak akan mencampurinya."[27]
Di sisi lain, jika ditinjau dari segi sejarah, bahwa bangsa Arab –misalnya- orang-orang Nasrani menggambar salib di tangan dan di dada mereka
sebagai simbol sembahan-semabahan mereka.[28]
Hal itu yang jika dilakukan oleh umat Islam, maka setara dengan menyekutukan
Allah SWT.
Pada perkembangannya, tato banyak mengalami pergeseran,
termasuk dalam pemaknaan. Sebelum tato menyebar dan menjadi budaya global
seperti sekarang, tato dijadikan sebagai ritual religius, simbol status,
ataupun tradisi turun temurun.[29]
misalnya yang terjadi oleh orang-orang Nasrani menggambar salib di tangan dan di dada mereka sebagai
simbol sembahan-semabahan mereka.[30] Akan tetapi, setelah perkembangan jaman, tato
memliki makna yang sangat luas. Anang Tri Wahyudi dalam penelitian yang ia
lakukan bahwa alasan pemakai tato yakni berawal dari rasa suka terhadap gambar
tato, karya seni, media ekspresi kepribadian, media bersenang-senang, serta
tato juga dapat menunjang penampilan.[31]
Selain dari segi fungsi atau tujuan bagi pengguna tato,
selanjutkan akan dipaparkan perkembangan dari segi tato itu sendiri, baik dari bahan
pembuatannya maupun dari sifat atau jenis ketahanannya, diantaranya: Pertama,
bahan pembuatan tato, di mana ia mengalami perkembangan
dari zaman ke zaman terus berubah, pada zaman dahulu pembuatannya masih sangat
sederhana misalnya dengan menggunakan jarum dan tulang binatang. Kemudian,
pada masa medorn alat pembuatannya menggunakan jarum dan besi yang kadang-kadang
memakai besi dinamo untuk mengukir. Pada perkembangannya, dengan adanya
teknologi terutama program komputer menambah kreatifitas pembuat tato dengan
menggambar menggunakan program grafis vector popular, yakni CorelDRAW.[32]
Selain
itu, dalam pembuatannya juga menggunakan tinta/ zat cair berwarna yang
dimasukkan ke dalam kulit setelah dilubangi dengan jarum tersebut. Tinta tato
yang digunakan biasanya berupa zat pewarna yang berisi pigmen. Sementara pigmen
di sini tidak mesti berasal dari tumbuhan, namun juga sebagian menggunakan
logam dalam bentuk-bentuk garam-garamnya. Pigmen-pigmen yang seperti ini akan
berdampak buruk pada pengguna tato.[33] Bahan-bahan dari tato khususnya yang bersifat temporer sering
menimbulkan reaksi alergi pada kulit orang yang sensitif terhadap bahan
tersebut.[34]
Namun, ada pula pewarna alami yang dapat
digunakan dalam bertato, yaitu Henna (ina pacar). Meski pada mulanya henna
digunakan seperti mewarnai rambut mauapun kuku, akan tetapi ternyata henna
memiliki berbagai fungsi, termasuk digunakan sebagai pewarna untuk tato. Henna
ini bahkan dapat menyembuhkan penyakit, misalnya ketika Nabi SAW terluka lalu
beliau menggunakan henna untuk menyembuhkan penyakitnya yang terinfeksi.[35]
Kemudian yang kedua, yaitu
dari sifat atau jenis ketahananya, dapat dibagi menjadi dua, yaitu permanen dan
temporer. Tato yang sifatnya permanen, cara pembuatannya terbagi menjadi dua, pertama
dengan memasukkan tinta ke dalam kulit yang ditusuk menggunakan jarum. Kedua
dengan membuat luka sayatan di bagian
kulit lalu memberinya tinta atau zat perwarna. Kedua cara ini tentu hasilnya
berbeda, cara pertama lebih halus sedangkan yang kedua menimbulkan
tonjolan-tonjolan. Tato semacam ini dapat bertahan seumur hidup atau selamanya.T
Tato
yang sifatnya temporer, dalam pembuatannya ia hanya ditempelkan tinta di bagian
kulit. Adapun lama bertahannya hanya sekitar tiga minggu, tato yang seperti ini
biasanya banyak digunakan, terutama oleh perempuan. Cara pembuatannya, yakni
menggambar bagian kulit dengan menggunakan henna (ina pacar) yang sudah
dihaluskan dan dicampur dengan air, setelah digambar dibagian kulit kemudian
didiamkan hingga kering.[36]
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.
Hadis yang
diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud dalam kitab Shahih Bukhari, kitab
pakaian, bab memangkur gigi dan kecantikan, nomor 4507 mengenai larangan mentato
dan meminta untuk ditato berstatus sebagai hadis shahih.
2.
Pemahaman atas
larangan mentato dan meminta untuk ditato muncul karena bertato termasuk
merubah ciptaan Allah yakni fitrah manusia, dan juga karena dijadikannya tato
sebagai simbol sembahan-sembahan.
3.
Pada perkembangannya,
tato tidak lagi berkisar pada pemaknaan sebagai simbol sembahan, akan tetapi
maknanya menjadi luas, misalnya sebagai karya seni, media ekspresi kepribadian, media
bersenang-senang, dll.
4.
Bahan pembuatannya tato seiring perkembangan zaman, ia pun semakin
berkembang dan canggih.
5.
Ada dua jenis atau sifat tato, yaitu permanen, yakni tato yang bertahan
dalam waktu jangka panjang bahkan bisa seumur hidup. Dan temporer, yakni tato
yang hanya bertahan dalam waktu yang singkat, misalnya tiga minggu.
6.
Henna digolongkan sebagai jenis tato yang tidak membahayakan, bahkan henna
menjadi obat tertentu pada kulit, sebagaimana yang dialami oleh Rasulullah yang
menyembuhkan penyakit kulitnya yang terinfeksi dengan menggunakan henna.
Daftar Pustaka
Al-Asqalani, Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar. 2008. Fathul Baari’,
Penjelasan Kitab Shahih Al-Bukhari. Jilid 28. Terj. (Jakarta: Pustaka Azzam).
_______, Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar. 2004. Tahdzibul Tahdzib Fi Rijal
al-Hadits. Jilid 5. (Lebanon: Darul Kutub al-Ilmiyah).
Al-Qurthubi. 2008. Tafsir al-Qurthubi,
Jilid 5. Terj. (Jakarta: Pustaka Azzam).
Baharuddin, Muhammad
Achwan. Hadts-hadits Analogi Hari
Kebangkitan Dengan Musim Semi (Studi Ma’ani al-Hadits), Skripsi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Tidak diterbitkan.
H.R, Nalendra Ayu
Pratista. 2013. Makna Komunikasi Simbolik Pada
Tattoo Bagi Nita Pengguna Tattoo Di Surabaya (Studi Deskriptif Dengan
Pendekatan Kualitatif Tentang Interaksi Simbolik Dalam Tattoo Bagi Wanita
Pengguna Tattoo Di Kota Surabaya). Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Surabaya.
Tidak diterbitkan.
Kofsoh, Dewi.
2009. Hadis-Hadis Tentang Tato (Telaah Maanil Hadis). Skripsi UIN Sunan Kalijaga .
Tidak Diterbitkan.
Mulyana, Ade. 2012. Tato: Dari Budaya Elite, Kriminalitas, Ke Gaya
Hidup Masyarakat Modern.
Makalah Universitas Negri Yogyakarta. Tidak Diterbitkan.
Munawwir, Ahmad Warson. 1997. Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. (Surabaya:
Pustaka Progressif).
Rahayu, Ana Sari Sri
Rejeki. 2010. Pemaknaan Tato Pada Pengguna Tato. Skripsi Universitas
Sebelas Maret. Tidak Diterbitkan.
RI,
Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahan. 2008.
Shihab, M. Quraish. 2014. M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda
Ketahui. (Jakarta: Lentera Hati).
_____. 2002 Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. (Jakarta: Lentera Hati).
Software
Lidwa Mausu’a –Kitab Sembilan Imam Hadis.
Software
Jawamil Kalim.
Suryadi. 2008. Metode Kontemporer Memahami Hadis Nabi. (Yogyakarta: Teras).
Wahyudi, Anang Tri. 2013. Segmentation,
Targeting, dan Positioning Studio Tato di Surabaya dalam Perkembangan Gaya
Hidup. Dalam Jurnal NIRMANA, Vol. 15, No. 1, Januari. Diakses pada 08 Oktober 2016.
Winayu,
Irianita Jati. Body Image Mahasiswa Yang Menggunakan Tato. Dalam http://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/JURNAL). Diakses pada 07 Oktober 2016.
Wensinck,
Arentjan. 1969. Mu’jam al-Mufahras Lil Al-Fadz Al-Hadits. (Madinah:
Maktabah Biril).
Wulandari, Ni Wayan Desy,
Dkk. Dermatitis Kontak Alergik
Akibat Tato Temporer Pada Pasien Rawat Jalan Di Rsup Sanglah Denpasar Pada
Tahun 2010. Universitas Udayana. dalam http://intisarisainsmedis.weebly.com/. Diakes pada 08 Oktober 2016.
Zain,
Sutan Mohammad dan Badudu. 1994. Kamus Umum Bahasa Indonesia. (Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan).
[1] HR. Bukhari, hadis nomor 5486 berdasarkan
Sorfware Lidwa Mausu’a Kitab Sembilan Hadis.
[2]
Prof. Dr. J.S. Badudu dan Prof. Sutan Mohammad Zain. Kamus Umum Bahasa
Indonesia. (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 1994). hlm. 1443.
[3] Irianita Jati Winayu. Body Image
Mahasiswa Yang Menggunakan Tato. Dalam http://psikologi.ub.ac.id/wp-content/uploads/2013/10/JURNAL). Diakses pada 07
Oktober 2016. hlm. 3.
[4] Nalendra Ayu
Pratista H.R. Makna Komunikasi Simbolik Pada Tattoo Bagi Nita Pengguna
Tattoo Di Surabaya (Studi Deskriptif Dengan Pendekatan Kualitatif Tentang
Interaksi Simbolik Dalam Tattoo Bagi Wanita Pengguna Tattoo Di Kota Surabaya). Skripsi. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Surabaya 2013. Tidak
diterbitkan. hlm. 1-2.
[5] Suku Mentawai adalah penghuni asli Kepulauan Mentawai. mereka adalah pendukung budaya Proto-Melayu yang menetap di Kepulauan Nusantara sebelah barat. Suku ini dikenal sebagai peramu dan ketika pertama kali dipelajari
belum mengenal bercocok tanam. Tradisi yang khas adalah penggunaan tato di
sekujur tubuh, yang terkait dengan peran dan status sosial penggunanya. Lihat
lebih jauh https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Mentawai.
[6] Nalendra
Ayu Pratista H.R. Makna Komunikasi Simbolik Pada Tattoo Bagi Nita Pengguna
Tattoo Di Surabaya (Studi Deskriptif Dengan Pendekatan
Kualitatif Tentang Interaksi Simbolik Dalam Tattoo Bagi Wanita Pengguna Tattoo
Di Kota Surabaya). hlm. 2.
[7] Dewi Kofsoh. Hadis-Hadis Tentang Tato
(Telaah Maanil Hadis). Skripsi UIN Sunan Kalijaga 2009. Tidak Diterbitkan.
hlm. 78.
[8] M.
Quraish Shihab. M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut
Anda Ketahui. (Jakarta: Lentera Hati. 2014). hlm. 925. Lebih jauh lihat
dalam penafsiran Quraish Shihab dalam QS. ar-Rum ayat 30 dalam kitab Tafsir
al-Mishbah.
[9]
Redaksinya:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمَا سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ قَالَ
النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَاشِمَةُ وَالْمُوتَشِمَةُ وَالْوَاصِلَةُ
وَالْمُسْتَوْصِلَةُ يَعْنِي لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari
Abdullah bin Umar radliallahu 'anhuma saya mendengar Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam atau Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Orang yang
mentato dan yang minta ditato serta orang yang menyambung rambutnya dan yang
minta disambung rambutnya." Maksudnya adalah Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam melaknatnya."
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعَيْنُ حَقٌّ وَنَهَى
عَنْ الْوَشْمِ حَدَّثَنِي ابْنُ بَشَّارٍ حَدَّثَنَا ابْنُ مَهْدِيٍّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ
قَالَ ذَكَرْتُ لِعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَابِسٍ حَدِيثَ مَنْصُورٍ عَنْ إِبْرَاهِيمَ
عَنْ عَلْقَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ فَقَالَ سَمِعْتُهُ مِنْ أُمِّ يَعْقُوبَ عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ مِثْلَ حَدِيثِ مَنْصُورٍ
Dari
Abu Hurairah radliallahu 'anhu dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "penyakit ain (gangguan jin atau sihir) adalah benar
adanya, " dan beliau melarang mentato. Telah menceritakan kepadaku Ibnu
Basyar telah menceritakan kepada kami Ibnu Mahdi telah menceritakan kepada kami
Sufyan dia berkata; saya menyebutkan haditsnya Manshur kepada Abdurrahman bin
Abis dari Ibrahim dari 'Alqamah dari Abdullah, maka dia berkata; "Saya
juga pernah mendengar hadits tersebut dari Ummu Ya'qub dari Abdullah seperti
haditsnya Manshur."
[11]
Redaksinya:
عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ قَالَ
رَأَيْتُ أَبِي فَقَالَ إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى
عَنْ ثَمَنِ الدَّمِ وَثَمَنِ الْكَلْبِ وَآكِلِ الرِّبَا وَمُوكِلِهِ وَالْوَاشِمَةِ
وَالْمُسْتَوْشِمَةِ
Dari
'Aun bin Abu Juhaifah dia berkata; aku pernah melihat Ayahku berkata;
sesungguhnya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang hasil (menjual) darah
dan hasil penjualan anjing, memakan riba dan yang memberi makan dan yang
mentato dan yang meminta ditato."
[12]
Redaksinya:
قَالَ عَبْدُ اللَّهِ لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ
وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللَّهِ
تَعَالَى مَالِي لَا أَلْعَنُ مَنْ لَعَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَهُوَ فِي كِتَابِ اللَّهِ { وَمَا آتَاكُمْ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ{
Abdullah mengatakan;
"Allah melaknat orang yang mentato dan orang yang meminta ditato, orang
yang mencukur habis alis dan merenggangkan gigi untuk kecantikan dengan merubah
ciptaan Allah Ta'ala, kenapa saya tidak melaknat orang yang dilaknat Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam sementara dalam kitabullah telah termaktub Dan
sesuatu yang datang dari rasul, maka ambillah (QS Al Hasyr: 7).
[13]
Redaksinya:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَعَنَ الْوَاصِلَةَ وَالْمُسْتَوْصِلَةَ
وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ
Dari
Ibnu 'Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melaknat orang yang
menyambung rambut dengan rambut lain dan yang meminta disambungkan, serta orang
yang mentato dan minta untuk ditato.
[14]
Redaksinya:
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَمُسَدَّدٌ
قَالَا حَدَّثَنَا يَحْيَى عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي نَافِعٌ عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْوَاصِلَةَ
وَالْمُسْتَوْصِلَةَ وَالْوَاشِمَةَ وَالْمُسْتَوْشِمَةَ
Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal dan Musaddad keduanya berkata; telah
menceritakan kepada kami Yahya dari Ubaidullah ia berkata; telah menceritakan
kepadaku Nafi' dari Abdullah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang minta untuk
disambung rambutnya, wanita yang mentato dan wanita yang minta untuk
ditato."
[16] Berdasarkan
Software Jawamil Kalim.
[17] Imam al-Hafidz Muhammad Ibnu Hajar al-Asqalani. Tahdzibul Tahdzib Fi
Rijal al-Hadits. Jilid 5. (Lebanon: Darul Kutub al-Ilmiyah. 2004). hlm.
475-482.
[18] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. (Surabaya:
Pustaka Progressif. 1997). hlm. 1561.
[19] Al-Imam Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani. Fathul Baari’, Penjelasan
Kitab Shahih Al-Bukhari. Jilid 28. Terj. (Jakarta: Pustaka Azzam. 2008).
hlm. 243.
[20] Departemen
Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahan. 2008.
[22]
Lihat Penjelasan al-Qurthubi dalam kitab Tafsir al-Qurthubi, Jilid 5.
Terj. (Jakarta: Pustaka Azzam. 2008). hlm. 930-936.
[23] M.
Quraish Shihab. Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an.
Vol 2. (Jakarta: Lentera Hati. 2002). hlm. 591.
[24] M. Quraish Shihab. Tafsir
al-Mishbah, Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an. Vol 11. hlm. 60-61.
[25] Dr. Suryadi, M.Ag. Metode Kontemporer
Memahami Hadis Nabi. (Yogyakarta: Teras. 2008). hlm. 160-161.
[26] Muhammad
Achwan Baharuddin, Hadts-hadits Analogi Hari Kebangkitan Dengan Musim Semi
(Studi Ma’ani al-Hadits), Skripsi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Tidak
diterbitkan. hlm. 74.
[27] HR. Bukhari. Bab al-Hasyr ayat 7. Nomor Hadis
4507. Berdasarkan Software Lidwa Mausu’a Kitab Sembilan Imam Hadis.
[28] M.
Quraish Shihab. M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut
Anda Ketahui. hlm. 924-925.
[29] Ana Sari Sri Rejeki Rahayu. Pemaknaan Tato Pada Pengguna Tato. Skripsi
Universitas Sebelas Maret. 2010. Tidak Diterbitkan. hlm. 101.
[30] M.
Quraish Shihab. M. Quraish Shihab Menjawab 1001 Soal Keislaman Yang Patut
Anda Ketahui. hlm. 924-925.
[31] Anang Tri Wahyudi. Segmentation, Targeting, dan Positioning Studio Tato di Surabaya dalam
Perkembangan Gaya Hidup. Dalam Jurnal NIRMANA, Vol. 15, No. 1, Januari 2013. hlm. 19-20.
[32] Ade Mulyana. Tato: Dari
Budaya Elite, Kriminalitas, Ke Gaya Hidup Masyarakat Modern. Makalah
Universitas Negri Yogyakarta. 2012. Tidak Diterbitkan. hlm 2.
[34] Ni Wayan Desy Wulandari, Dkk. Dermatitis Kontak Alergik Akibat Tato
Temporer Pada Pasien Rawat Jalan Di Rsup Sanglah Denpasar Pada Tahun 2010. Universitas Udayana. dalam http://intisarisainsmedis.weebly.com/. diakses pada 08 Oktober 2016. hlm. 31.
[35]
Dewi Kofsoh. Hadis-Hadis Tentang Tato (Telaah Maanil Hadis). hlm. 93-94.
MENYOAL HADIS TATO DALAM PERKEMBANGAN SOSIAL
4/
5
Oleh
Unknown