Senin, 30 November 2015

ilmu majaz hadits



ILMU MAJAZ AL-HADITS
A.    Pengertian
Ilmu Majaz Al-Hadits dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji tentang redaksi hadits yang tidak digunakan sebagaimana makna (arti) aslinya, karena adanya alasan yang mengharuskan dimaknai tidak sebagaimana makna aslinya.
B.     Sebeb terjadinya majaz al-Hadits
Terjadinya majaz dalam hadits muncul dari Nabi sendiri sebagai sumber primer, karena Nabi di sinilah yang sengaja mengungkapkan kata dengan menggunakan majaz. juga ada yang menjadi sumber sekunder, dalam arti majaz dalam hadits berasal dari periwayat dalam hadits yang bersangkutan. Hal ini disebabkan oleh riwayat bi al-makna (secara makna) mengingat bahwa tidak seluruh hadits ditulis para sahabat Nabi dan periwayatannya banyak secara lisan dan berdasarkan hafalan.
Adanya perbedaan-perbedaan di antara sahabat juga memperngaruhi cara sahabat dalam meriwayatkan hadits. Sebagian mereka ada yang mampu meriwayatkan persis dan tidak sedikit pula yang hanya mampu menyampaikannya secara makna untuk satu hadits dalam satu peristiwa.
C.    Objek
Objek kajian ilmu ini adalah adalah bisa ‘kata’ dan juga bisa keseluruhan ‘redaksi hadits’.
D.    Pendekatan
Pendekatan yang dilakukan untuk memahami majaz dalam sebuah hadits adalah pendekatan bahasa[1].
E.     Metode
Metode yang ditawarkan dalam kajian ilmu Majaz al-Hadits adalah dengan metode ta’wil yaitu pengalihan makna haqiqi ke makna majazi. Hal ini sebagaimana yang dilakukan oleh Syarif Rida. Sedangkan langkah yang ditempuh adalah; pertama, mengaitkan dengan tema yang berhubungan dengan petunjuk al-Qur’an. Kedua, mengaitkan dengan hadits-hadits setema. Ketiga, ungkapan yang terdapat dalam syair[2].
F.      Urgensi
Dilihat dari kualitas hadits ilmu majaz al-hadits adalah salah satu aspek yang mengkaji kualitas matan hadits dari segi bahasa, karena fenomena bahasa yang digunakan oleh Nabi banyak yang menggunakan ungkapan majaz, yang sulit dipahami jika tidak dilihat dari aspek bahasa, dengan mengalihkan makna haqiqi ke makna majazi, akibatnya kualitas matan hadits tersebut menjadi diragukan hanya karena sulit dipahami, padahal sebetulnya secara majazi matan hadits tersebut dapat dipahami dan diterima kualitasnya.
Menurut Yusuf al-Qaradawi, bahwa terburu-buru menolak hadits yang sulit dipahami, padahal hadits tersebut shahih adalah suatu kesalahan, karena sebetulnya hadits yang sulit dipahami bisa didekati dengan makna majazi, sehingga kesulitan tersebut menjadi hilang.
G.    Contoh Hadits
Hadits tentang Perbuatan Tuhan :
عَنْ أَنَسٍ - رضى الله عنه - عَنِ النَّبِىِّ - صلى الله عليه وسلم - يَرْوِيهِ عَنْ رَبِّهِ قَالَ « إِذَا تَقَرَّبَ الْعَبْدُ إِلَىَّ شِبْرًا تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعًا ، وَإِذَا تَقَرَّبَ مِنِّى ذِرَاعًا تَقَرَّبْتُ مِنْهُ بَاعًا ، وَإِذَا أَتَانِى مَشْيًا أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً »[3]
“Dari Anas R.A dari Nabi SAW. Tentang hadits yang diriwayatkan Nabi dari Allah, Allah berfirman: Jika seorang hamba mendekat kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekat kepadanya sehasta, dan jika dia mendekat kepadaku sehasta, Aku akan kepadanya sedepa, dan jika dia datang kepada-Ku sambil berjalan, Aku akan datang kepadanya sambil berlari”
            Syarif Rida menyatakan bahwa hadits di atas mengandung majaz, selanjutnya dia menyatakan:
“Yang dimaksud dari hadits diatas adalah perbuatan baik yang sedikit akan dibalas Alah dengan kebaikan yang lebih besar, hanya saja Nabi menggunakan kata “taqarrub” (mendekat) sebagai ungkapan yang berarti “memberikan pahala”, bukan sebagai makna aslinya, sehingga seakan-akan Tuhan “mendekat” orang yang berbuat sesuatu yang berpahala dengan cara menggunakan ungkapan majaz, dan perluasan makna. Berdasarkan hal ini maka setiap kata ‘taqarrub’ yang dinisbatkan kepada Allah tidak diartikan “mendekat” sebagaimana perbuatan fisik akan tetapi diartikan sebagai sifat kemurahan Tuhan terhadap hambanya dalam member pahala. Adapun bunyi hadits selanjutnya “dan barang siapa yang datang kepadaku dengan berjalan maka Aku akan mendatanginya dengan berlari” maksudnya adalah barang siapa yang berbuat taat kepada Allah walaupun dengan cara yang sangat lambat, maka Allah akan membalasnya dengan sangat cepat tanpa ditunda-tunda. Datang dengan berjalan adalah bentuk kiasan dari pekerjaan yang lambat, sedangkan datang dengan berlari adalah bentuk kiasan dari pekerjaan yang cepat, ungkapan majazi seperti ini memang sering digunakan Nabi untuk mengungkapkan Perbuatan Tuhan yang sangat agung terhadap hambanya, walaupun terkadang pahala yang dianugerahkan-Nya tidak harus datang sekali itu juga tapi terkadang ditunda atas kehendaknya”.
H.    Kitab-Kitab yang berkaitan dengan Majaz
1.      Al-Majazat al-Nabawiyyah karya al-Sya rif al-Rida
2.      Kaifa Nata’amal Ma’a al-Sunnah an-Nabawiyyah wa Dawabit karya Yusuf Al-Qardawi.


[1] Pendekatan ini sebagaimana digunakan oleh Ibn Qutaibah dan Syarif Rida.
[2] Dalam syair-syair terdapat majaz.
[3] Shahih Bukhari nomor 7536. (Berdasarkan Maktabah Syamilah).

Related Posts

ilmu majaz hadits
4/ 5
Oleh

Subscribe via email

Like the post above? Please subscribe to the latest posts directly via email.