PENELITIAN RIJAL HADITS
PENELITIAN RIJAL HADITS
A. Contoh Teks
Hadits
أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ السَّامِيُّ قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ الْمَقَابِرِيُّ
قَالَ: حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ قَالَ: أَخْبَرَنِي عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ دِينَارٍ أَنَّهُ سَمِعَ ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ: قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ: " إِنَّ الْيَهُودَ إِذَا سَلَّمُوا عَلَيْكُمْ إِنَّمَا
يَقُولُ أَحَدُهُمُ: السَّامُ عَلَيْكَ فَقُلْ وَعَلَيْكَ "(رواه ابن حبان).
“ Diberitakan kepada kami
bahwa Muhammad Bin Abdurrahman As-Samiy berkata, Yahya Bin Ayyub Al-Muqabari
berkata, Ismail Bin Ja’far berkata Abdullah Bin Dinar berkata, bahwasanya dia
mendengar Ibnu Umar berkata, bahwa Rasulullah bersabda “Sesungguhnya orang
Yahudi jika mengucapkan salam kepada kalian, sungguh dia hanya mengatakan: terbakarlah
kalian, maka jawablah: dan kamu juga.”
Untuk melihat keshahihan sebuah hadits, kaidah ilmu hadits
menyatakan bahwa yang pertama kali perlu diteliti adalah sanadnya. Bila
sanadnya dinyatakan shahih, barulah matannya bisa diperhatikan. Bila tidak,
maka matannya tidak dipandang shahih lagi. Untuk menguji keshahihan sanad
hadits di atas, berikut ini akan ditelusuri identitas para perawinya. Sampel
yang diambil adalah jalur Nabi Muhammad SWA. => Ibnu Umar => Abdullah
Bin Dinar => Ismail Bin Ja’far => Yahya Bin Ayyub Al-Muqabari =>
Muhammad Bin Abdurrahman As-Samiy => Ibnu Hibban.
B.
Kajian
Sanad Hadits
Berikut ini akan
dipaparkan identitas orang-orang yang masuk dalam jalur periwatan hadits tersebut.
1.
Ibnu
Umar (w. 73 H/692 M)
Nama
lengkapnya Abdullah bin Umar bin Khattab bin Nufail, julukannya Ibnu Umar atau
Abu Abdurrahman, tinggal di Madinah, termasuk sahabat terpandang, wafat tahun 73
H692 M. Menurut Ibnu Abdil Bar ia wafat dalam usia 86 tahun. Jadi, diperkirakan
Ibnu Umar lahir tahun 13 tahun sebelum peristiwa Hijrah. Mengenai
kepribadiannya, Sulaiman bin Mahran berkata, “Aku tidak melihat orang yang
lebih wira’i dari Ibnu Umar”.[1]
Selain
berguru kepada Nabi, ia juga berguru kepada sahabat-sahabat lain yang lebih
senior, antara lain Abu Bakar as-Shiddiq, Umar bin Khatthab, Bilal bin Rabah
dan lain sebagainya. Sejak kecil memiliki semangat yang tinggi untuk
mempelajarai dan meneladani sunnah Nabi SAW.
Beberapa
orang yang berguru kepadanya antara lain Abu Al-Qamah, Jabir bin Abdullah bin
Amr, Abdullah bin Dinar, dan lain-lain.[2]
Abu Umar berkata “Abdullah bin Umar meninggal di Makkah tahun 73 H[3].
2.
Abdullah
bin Dinar (w. 127 H)
Beliau
dikenal dengan Nama Abdullah bin Dinar al-Qursyi, Kuniahnya adalah Abu
Abdurrahman, dia tinggal di Madinah, dia termasuk maula Abdullah bin
Umar bin Khatthab.
Abdulah
bin Dinar pernah berguru kepada Ali bin Abi Thalib Al-Hasyimiy, Zaid bin Aslam
Al-Qursyi, Ibnu Umar, dan lain-lain. Selain memiliki banyak guru, banyak
pula murid yang berguru kepadanya, diantaranya adalah Ibrahim bin Abdullah
Al-Jamhi, Al-Qasim bin Abdullah Al-‘Umriy, Ismail bin Ja’far, dan
lain-lain.
Beberapa
ulama memberikan penilaian terhadap beliau, diantaranya adalah Ibnu Ibnu Hibban
menilainya sebagai ‘Tsiqah’[4],
Ibnu Hajar al-Asqalani menilainya sebagai ‘Tsiqah’[5]
3.
Ismail bin
Ja’far (w. 180 H)
Nama
lengkap beliau adalah Ismail bin Ja’far bin Abi Katsir al-Anshari kuniyahnya
Abu Ishaq.[6] Laqabnya
adalah Ibnu Abi Katsir, beliau tinggal di Madinah, yang kemudian meninggal di
Baghdad.[7]
Ismail
bin Ja’far pernah berguru kepada Ja’far Ash-shadiq, Hamid At-Thawil, Abdullah
bin Dinar,[8]
dan lain-lain. Adapun yang menjadi murid-muridnya adalah Muhammad bin Jahdham,
Yahya bin Yahya an-Naisaburi, Yahya bin Ayyub al-Maqbiri,[9]
dan lain-lan.
Abu
Abdullah Al-Hakim, Abu Daud Al-Sajsatani, Abu Zar’ah al-Razi, dan Abu Ya’la
Al-Khalil, mereka menilai Ismail bin Ja’far sebagai orang yang ‘Tsiqah’[10].
4.
Yahya
bin Ayyub Al-Maqabiri (w. 234)
Nama
lengkapnya adalah Yahya bin Ayyub Al-Maqabiri Abu Zakariya Al-Baghdadi Al-Abid.[11] Beliau
lahir pada tahun 157 H, dan meninggal dalam umur 77 tahun[12],
pada bulan Rabiul Awal tahun 234 H[13].
Beliau
pernah berguru kepada Abdullah bin Mubarak, Marwan bin Muawiyah, Ismail bin
Ja’far,[14]
dan lain-lain. Dan yang termasuk murid-muridnya adalah Muslim, Abu Daud, Muhammad
Bin Abdurrahman Asy-Syami,[15]
dan lain-lain.
Ibnu
Hajar Al-Asqalani menilai beliau sebagai orang yang ‘Tsiqah’,[16]
dan Ibnu Hibban juga menilainya sebagai orang yang ‘Tsiqah’[17].
5.
Muhammad
Bin Abdurrahman Asy-Syami (w. 310)
Beliau
memiliki nama lengkap yaitu Muhammad bin Abdurrahman bin Abbas, kuniyahnya
adalah Abu Abdullah, beliau tinggal di Madinah, tahun kelahiran beliah tidak
diketahui, namun beliau wafat pada tahun 310 H.[18]
Beliau
pernah berguru kepada Ahmad bin Abu Bakar Al-Qursyi, Ibrahim bin Hamzah, Yahya
bin Ayyub[19],
dan lain-lain. Adapun murid-murid beliau adalah Ahmad bin Abdullah
Al-Ashyahaty, Muhammad bin Ahmad Al-Hatqi, Ibnu Hibban[20],
dan lain-lain.
Dalam
Jamil Kalim, ulama yang menilai tentang beliau hanya dua ulama, yaitu
Adz-Dzahabi menilainya sebagai seorang ahli hadits yang Tsiqah al-Hafidz, dan
Ibnu Said al-Azdi menilainya Tasabbahu sami.[21]
6.
Ibnu
Hibban (w. 354 H)
Nama
lengkapnya adalah Muhammad Ibnu Hibban bin Ahmad bin Hibban bin Mu’adz atau
lebih dikenal dengan nama Abu Hathim al-Busti. Beliau merupakan ulama yang
menulis kitab hadits Shahi Ibnu Hibban. Kreadibilitas maupun kualitas
intelektualnya tidak perlu diragukan lagi. Abu Zur’ah menyatakan bahwa beliau
merupakan seorang Syaikh yang Tsiqah.[22]
Beberapa
orang yang pernah menjadi gurunya adalah Ibnu jarir at-Thabari, Zakariya bin
Yahya, Muhammad bin Abdurrahman Asy-Syami, dan lain-lain.
Sedangkan
diantara muridnya adalah Ad-Daruquthni, Al-Hakim An-Naisaburi, Abu Nashr
Ath-Thabarani, Abu Bakar Asy-syafi’i, dan lain-lain.[23]
Abu
Sa’ad al-Idris mengatakan bahwa Ibnu Hibban adalah salah satu ahli fiqih,
menguasai atsar, hadits dan tentang rijal.[24]
C.
Kesimpulan
Berpacu pada syarat-syarat keshahihan sanad, seperti ketersambungan
sanad (ittishal sanad), intelektualitas perawi. Semua rijal yang
terlibat dalam periwatan terbukti memiliki relasi sebagai guru-murid.
Kredibilitas maupun intelektualitas mereka juga tidak perlu dilakukan lagi.
Tidak ada seorang perawi pun yang berstatus dhaif. Tidak ada cela (illat)
pada para rijal tersebut. Maka dari penelitian hadits tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa sanad hadits ini memenuhi syarat keshahihan sanad.
[1] Ibnu Abdil
Bar, al-Isti’ab fi Ma’rifati Ashab (Beirut: Dar al-Jil, 1312 H), Jld. 3,
hlm 951.
[2] Software Jami’
al-kalim.
[3] Al-Daruquthni,
Dzikru Asma’ al-Tabi’in Waman Ba’dahum (Beirut: Muassasah al-Kutub al-Tsaqafiyah, 1985), jld 2, hlm
259.
[4] Ibnu Hajar
Al-Asqalani, Tahdzibul Tahdzib (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1996), jilid 5,
hlm 203.
[5] Software Jami’
al-kalim.
[6] Ibnu Hajar
Al-Asqalani, Tahdzibul Tahdzib…., jilid 1, hlm 287.
[7] Sofware Jamil Kalim.
[8] Ibnu Hajar Al-Asqalani, Tahdzibul Tahdzib….,
jilid 1, hlm 287.
[9] Ibid,hlm 287.
[10] Sofwere Jamil
Kalim.
[11] Ibnu Hajar
Al-Asqalani, Tahdzibul Tahdzib…., jilid 7, hlm 17.
[12] Sofwere Jamil
Kalim.
[13] Ibnu Hajar
Al-Asqalani, Tahdzibul Tahdzib…., jilid 7, hlm 17.
[14] Ibid, hlm
17.
[15] Ibid, hlm
17.
[16] Sofwere Jamil
Kalim.
[17] Ibid, hlm
17.
[18] Sofwere Jamil
Kalim.
[19] Ibid.
[20] Ibid.
[21] Ibid.
[22] Al-Hafidz
Al-Mizzi, Tahdzibul Kamal, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), jilid 18, hlm
130.
[23] Ibid.
[24] Imam
Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman Adz-Zahabi, Siir A’lam An-Nubala’, (Beirut:
Ar-Risalah Publishing House, 1996), Juz 16, hlm 94.